Pesan Suami Liar
Dalam Kumpulan Puisi “nakal”
Tuan Gila Cinta yang Menawan
Pesan Suami Liar
Jawaban Istri Setia
Rona Kemukus
Ketika Tak Kuasa
Aku Berhenti dari …
Pitam
Nyanyian Iblis
Hati:“Puas Sesaat”
Meng “itu”ku
Belahan Pribadi
Kisah Malam Nanti
Perampok Nyonya
Sisipan dari Luar
Sesaat Saat Sebelum Tidur
Berzina dengan Mata Hati
Koleksi Nafsu
Wahyu Langgeng Prastiyo 2009
Tuan Gila Cinta yang Menawan
Dan usailah penantian
Dia, dia, dia dan dia
Menurut padaku
Pada kepalsuan yang aku tawarkan
Mereka aku tawan
Dan asyiknya tak melawan
Bisa kumainkan
Sisi- sisinya perawan
Olehku sang pejantan
Tuan gila cinta yang menawan
Pesan Suami Liar
Sayang,
Malam ini aku tak pulang
Uangku ku gadaikan
Di belahan dada
Di pangkal paha
Gadis diskonan pinggir jalan
Sayang,
Nanti pagi aku baru pulang
Libidoku tertinggal
pada mamah nakal
pada tante yang sakit gatal
Butuh obat dariku yang binal
sayang,
mungkin juga besok sore aku
baru datang
isi celanaku terbawa
pada dua wanita
pada dekapan janda yang mengaku perawan desa
Sayang,
Sudah dulu,
Aku terburu nafsu
Ingin mencicipi susu
Jawaban Istri Setia
Mas,
Kapanpun kau pulang
Aku tega menendang
Burungmu yang terbang
Menempel di kembang ilalang
Mas,
Jika kau telah pulang
Aku akan racikan
Racun bisa mematikan
Ku pastikan kau merasakan
Rona Kemukus
Terlena matanya
Membungkus rona kemukus
Begitu perangainya halus
Aku mengaku,
Aku gila dalam tulus
Ketika Tak Kuasa
Kisah tragis seorang teman
Sudahi aku….
Ku telah meracun
Ku jangkitkan vaksin-vaksin kematian
Dengan tarian sperma-sperma kecilku
yang tumbuh menggerutu di rahimmu
sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari kandung kemihku
sudahi aku…
ku telah membisa
ku tuangkan liur-liur neraka
dengan bengisnya otot-otot pemaluku
yang merasuk masuk menusuk perutmu
tapi sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari tulang rusukku
Aku Berhenti dari …
Kusebar bedak-bedakku
Kuserut gincu-gincuku,
Kubuang penyangga payudaraku
Kucoba bergagah sesuai kelaminku
Kuberharap dipecat dari penjual nafsu
Pitam
Kelengkeng kecil bernoktah hitam
Menyela tenggorokan
Seketika itu pula,
Aku tersedak
Dak,
Dak,
Aku melihat
Setan itu masuk,
Membelaimu penuh nafsu
Kelemahanmu membuatku pitam
Nyanyian Iblis
Dia kubelai dengan roman-roman kemunafikan
Dengan tangan beringas bekakas kurang waras
Dia kumaki dengan sajak-sajak kemunkaran
Dengan lidah kalengan setengah terperban
Dia kutusuk dengan raut-raut kesesatan
Dengan tanduk cula belanga setan
Dia kusiksa dengan desah-desah kedzoliman
Dengan cemeti-cemeti peluntur iman
Dia akan jadikan pelapis dinding neraka
Hati:“Puas Sesaat”
Sengatanku melumpuhkan daya imaji
Menjelma raksasa syaiton menggegam tanganmu erat
Perekat meleleh putih merintih
Meminjam kenikmatan
Sepihak diantara kau dan aku,
Tak jelas mana timur dan barat
Hanya nafas yang mengerat
Seperti menggigit rusa yang jatuh sekarat
Kata dalam hati “puas sesaat”
Tak jadi lagi bila tak ada sepakat
Antara lalatmu dan kumbangku yang sering telat
Meng “itu”ku
Kemarin aku lihat “itu” diantara “itu” milikmu
Sedikit berkilau kematian,
Sedikit berbau kemesuman
Tapi cuma sebentar
“itu” nya mirip sebuah “itu” miliknya
Sedikit beda kelir dan bentuknya
Barusan aku lihat “itu” lagi di milikmu
Sedikit menggoda
Mengganga pula
Tapi lama benar
“itu”nya menarik perhatian “itu” yang milikku
Sulit mengendalikan “itu” memang
“itu”mu memang “itu”
Meng”itu”ku….
“itu”ku cuma ingin berkata:
-------“buka “itu”mu.
-------“bukalah sedikit “itu”mu
-------“sehingga “itu”ku bisa bisa melihat “itu”
Ha..ha…
Aku suka “itu” milikmu yang mengelus “itu” milikku
Belahan Pribadi
Bercabang-cabang kini pribadiku
Belahannya tak seimbang
Berat dikanan, tak ringanpun di kiri
Yang satu ingin memandangnya
Yang dua seperti ingin menamparku
Yang sana mengajakku berselimut bersama wanita
Yang sini mengajakku bersajadah bersama pria
Satu dan dua mengancam perang padaku
Menguliti sendi-sendi iman
Yang sekian lama terdiam
Dengan kesabaran sudah termakan
Kisah Malam Nanti
Selamat malam…
Perempuan dari surga dunia yang ternikmat
Mohon maaf…
Tak sengaja aku remas kesadaranmu
Terlampau haus menggila rakus
Aku terhadapmu
Mohon maaf…
Malam nanti aku ulangi
Ketajaman lidahku merayumu lagi
Dengan membuat birahimu tidur bersamaku
Berguling bergeliat diatas mantel diranjangku
Sekali lagi, mohon maaf…
Untuk perempuan bidadari khayangan
Yang meriang jika tidak diingatkan
Perampok Nyonya
Desing rampasan perampok tadi
Pesingnya kencing golok dileher nyonya
Sepusing mata-mata tajam disekitar
Dengan mengeja segala arah
Perampok tadi menyandra Anda
Nyonya,
Nyonya tua yang masih beri gairah
Tak jadi tergores kulit Anda
Nyonya,
Perampoknya tengah berliur pada Anda
Nyonya,
Ketahuilah para perampok suka Anda Nyonya,
Tinggal nyonya saja yang ingin pasrah
Pada nafsu perampok
Atau parah di tangan si golok
Sisipan dari Luar
Cek,
Cek,
Cek,
Ku beli plastik perekat
Ku pakai agak ketat
Di balik pantat
Cup,
Cup,
Cup,
Kau jangan takut
Kau bisa balut
Di dekat mulut
Cak,
Cak,
Cak,
Ku tarik sampai ke atas
Ku pegang agak panas
Di tahan pasti puas
Huh,
Hu,
Huh,
Kau jangan diam
Sepertilah kapal selam
Dan jangan bungkam
Ha,
Ha,
Ha,
Bukalah setengah
Biar ku terengah
Bebaslah pasrah
Sip,
Sip,
Sip,
Tersaji siap santap
Paling sedap
Dan akan termakan lahap
Dam,
Dam,
Dam,
Pas untukku yang tak bisa puas
Mengemas nafsu untuk tidak ikhlas
Sesaat Saat Sebelum Tidur
Ngantuk, terbatuk-batuk
Terantuk gebuk-gebuk virus insomnia
Mengancam ucapan manusia disampingku
Yang mengancam memotong lidahnya untukku
Karena lidah itu mengagali jasad terbinal dalam rohku
Ku pernah relakannya untukmu, tetapi tidak untuk sekarang
Saat inilah, bedaku membuat sakau lidahmu yang semoga bisa kelu
Ketika membongkar peti di hati yang rapi dengan bungkus yang halus lurus
Menyediakan kata-kata dari hatimu memutus rangkaian keringnya dahan pengait sakit
Yang tiada akan lama lagi menyamai sisi darimu yang membayang nafas ruang hampa padaku
Sisihkan tanganmu untuk mencekikku wahai wanita malamku…
Berzina dengan Mata Hati
Berlinang-linang tangisnya meradang
Menyandang sakit yang sengaja menjepit
Mata-matanya mulai liar
Mengancam pelampiasanku sambil mengejar
Ku tolak pinta pada neraka
Sebab ku tahu kuberzina dengan mata hatinya
Yang tandus tak pernah kena urus
Aku merasa bersalah.
Pada nona di hatiku
Koleksi Nafsu
Ku hitung dari satu sabu
Dua, layaknya neraka
Tiga, sampai pada kata tega
Empat, sekarang lagi kurang sempat
Lima, rupa-rupa warnanya
Enam, memang pernah terbenam
Tujuh, pernah serasa jauh
Delapan, sering beri aku dekapan
Sembilan, rasa sembilu pernuh perlahan
Sepuluh, aduh….
Sebelas, tak ada kata puas
Dua belas, tiada kata bekas
Hmm…..
Ternyata lengkap satu dosin pelacurku…
Presentasi Menjual Diri
Dan yang mana yang terpilih?
Pekat lorong berlendir
Jentik-jentik menjadi alas
Para pemuas nafsu na’as
Mengadu hati berharap sakti
Bisa menghasilkan uang sendiri
Mereka buka belahan
Sedikit menyingkap rok bawahan
Menggoda merayap melirik centil
Seperti tak menolak jika akan dihajar kasar
Dengan catatan kantung penuh cetakan bank
Bergeser kea rah seberang
Masih sama…
Di sana hanya cermin-cermin kehidupan yang bernanah
Panjang tak kenal arah
Dan tak tahu kapan berakhir
presentasi menjual diri
WAHYU LANGGENG PRASTIYO, lahir di Grobogan, 10 Juli 1989, mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Pernah menelurkan “Penikmat Malam” Kumpulan Puisi dan “Pesan Suami Liar” dalam Sebuah Antologi Puisi, Cerpen dan Drama sebagai aktualisasi dalam bersastra.
“Pesan Suami Liar” Dalam Kumpulan Puisi Nakal mencoba melebarkan wilayah sastra panutan di Indonesia.