Selasa, 03 April 2012
Di Tepi Sabana Merah
melompat dan melirik lebih jauh,ke sana, ke sabana merah itu. kuperhatikan di balik rerumputan tua itu, dibalik syal jingganya, wajah itu. membiusku, meracuniku, dan kemudian memancingku melangkah, sedikit perlahan, pelan dan pelan. mata itu menengokku, seperti menuduhku, seperti mendakwaku, bahwa aku setan itu, muka iblis itu. ia mencoba merampok kesadaranku. aku tertahan, aku menahan,pada garis rasional normal, pada kata yang menampik tuduhannya, mencoba rasa netral pada pandangan kami berdua. sejenak, ia beranjak, memulangkan waktunya pada tatapan kosong ke arah sabana merah. kembali ku saksikan, ratap, ratap dan ratap gadis bersyal jingga itu, ia merintih karena ibunya menjual sedih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Selasa, 03 April 2012
Di Tepi Sabana Merah
melompat dan melirik lebih jauh,ke sana, ke sabana merah itu. kuperhatikan di balik rerumputan tua itu, dibalik syal jingganya, wajah itu. membiusku, meracuniku, dan kemudian memancingku melangkah, sedikit perlahan, pelan dan pelan. mata itu menengokku, seperti menuduhku, seperti mendakwaku, bahwa aku setan itu, muka iblis itu. ia mencoba merampok kesadaranku. aku tertahan, aku menahan,pada garis rasional normal, pada kata yang menampik tuduhannya, mencoba rasa netral pada pandangan kami berdua. sejenak, ia beranjak, memulangkan waktunya pada tatapan kosong ke arah sabana merah. kembali ku saksikan, ratap, ratap dan ratap gadis bersyal jingga itu, ia merintih karena ibunya menjual sedih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar