Jumat, 19 Maret 2010

PESAN SUAMI LIAR




Tuan Gila Cinta yang Menawan

Dan usailah penantian
Dia, dia, dia dan dia
Menurut padaku
Pada kepalsuan yang aku tawarkan

Mereka aku tawan
Dan asyiknya tak melawan
Bisa kumainkan
Sisi- sisinya perawan
Olehku sang pejantan
Tuan gila cinta yang menawan





Pesan Suami Liar

Sayang,
Malam ini aku tak pulang
Uangku ku gadaikan
Di belahan dada
Di pangkal paha
Gadis diskonan pinggir jalan

Sayang,
Nanti pagi aku baru pulang
Libidoku tertinggal
pada mamah nakal
pada tante yang sakit gatal
Butuh obat dariku yang binal

sayang,
mungkin juga besok sore aku
baru datang
isi celanaku terbawa
pada dua wanita
pada dekapan janda yang mengaku perawan desa

Sayang,
Sudah dulu,
Aku terburu nafsu
Ingin mencicipi susu











Jawaban Istri Setia

Mas,
Kapanpun kau pulang
Aku tega menendang
Burungmu yang terbang
Menempel di kembang ilalang

Mas,
Jika kau telah pulang
Aku akan racikan
Racun bisa mematikan
Ku pastikan kau merasakan





Rona Kemukus

Terlena matanya
Membungkus rona kemukus
Begitu perangainya halus

Aku mengaku,
Aku gila dalam tulus









Ketika Tak Kuasa
Kisah tragis seorang teman

Sudahi aku….
Ku telah meracun

Ku jangkitkan vaksin-vaksin kematian
Dengan tarian sperma-sperma kecilku
yang tumbuh menggerutu di rahimmu

sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari kandung kemihku

sudahi aku…
ku telah membisa

ku tuangkan liur-liur neraka
dengan bengisnya otot-otot pemaluku
yang merasuk masuk menusuk perutmu

tapi sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari tulang rusukku













Aku Berhenti dari …

Kusebar bedak-bedakku
Kuserut gincu-gincuku,
Kubuang penyangga payudaraku
Kucoba bergagah sesuai kelaminku

Kuberharap dipecat dari penjual nafsu








Pitam

Kelengkeng kecil bernoktah hitam
Menyela tenggorokan
Seketika itu pula,
Aku tersedak
Dak,
Dak,
Aku melihat
Setan itu masuk,
Membelaimu penuh nafsu
Kelemahanmu membuatku pitam






Nyanyian Iblis

Dia kubelai dengan roman-roman kemunafikan
Dengan tangan beringas bekakas kurang waras

Dia kumaki dengan sajak-sajak kemunkaran
Dengan lidah kalengan setengah terperban

Dia kutusuk dengan raut-raut kesesatan
Dengan tanduk cula belanga setan

Dia kusiksa dengan desah-desah kedzoliman
Dengan cemeti-cemeti peluntur iman

Dia akan jadikan pelapis dinding neraka




Hati:“Puas Sesaat”

Sengatanku melumpuhkan daya imaji
Menjelma raksasa syaiton menggegam tanganmu erat
Perekat meleleh putih merintih
Meminjam kenikmatan
Sepihak diantara kau dan aku,

Tak jelas mana timur dan barat
Hanya nafas yang mengerat
Seperti menggigit rusa yang jatuh sekarat

Kata dalam hati “puas sesaat”
Tak jadi lagi bila tak ada sepakat
Antara lalatmu dan kumbangku yang sering telat





Meng “itu”ku

Kemarin aku lihat “itu” diantara “itu” milikmu
Sedikit berkilau kematian,
Sedikit berbau kemesuman
Tapi cuma sebentar

“itu” nya mirip sebuah “itu” miliknya
Sedikit beda kelir dan bentuknya

Barusan aku lihat “itu” lagi di milikmu
Sedikit menggoda
Mengganga pula
Tapi lama benar

“itu”nya menarik perhatian “itu” yang milikku
Sulit mengendalikan “itu” memang
“itu”mu memang “itu”
Meng”itu”ku….

“itu”ku cuma ingin berkata:
-------“buka “itu”mu.
-------“bukalah sedikit “itu”mu
-------“sehingga “itu”ku bisa bisa melihat “itu”
Ha..ha…
Aku suka “itu” milikmu yang mengelus “itu” milikku


Belahan Pribadi

Bercabang-cabang kini pribadiku
Belahannya tak seimbang
Berat dikanan, tak ringanpun di kiri

Yang satu ingin memandangnya
Yang dua seperti ingin menamparku

Yang sana mengajakku berselimut bersama wanita
Yang sini mengajakku bersajadah bersama pria

Satu dan dua mengancam perang padaku
Menguliti sendi-sendi iman
Yang sekian lama terdiam
Dengan kesabaran sudah termakan




Kisah Malam Nanti

Selamat malam…
Perempuan dari surga dunia yang ternikmat
Mohon maaf…
Tak sengaja aku remas kesadaranmu
Terlampau haus menggila rakus
Aku terhadapmu

Mohon maaf…
Malam nanti aku ulangi
Ketajaman lidahku merayumu lagi
Dengan membuat birahimu tidur bersamaku
Berguling bergeliat diatas mantel diranjangku

Sekali lagi, mohon maaf…
Untuk perempuan bidadari khayangan
Yang meriang jika tidak diingatkan


Perampok Nyonya

Desing rampasan perampok tadi
Pesingnya kencing golok dileher nyonya
Sepusing mata-mata tajam disekitar

Dengan mengeja segala arah
Perampok tadi menyandra Anda
Nyonya,
Nyonya tua yang masih beri gairah

Tak jadi tergores kulit Anda
Nyonya,
Perampoknya tengah berliur pada Anda
Nyonya,
Ketahuilah para perampok suka Anda Nyonya,
Tinggal nyonya saja yang ingin pasrah
Pada nafsu perampok
Atau parah di tangan si golok

Sisipan dari Luar

Cek,
Cek,
Cek,
Ku beli plastik perekat
Ku pakai agak ketat
Di balik pantat

Cup,
Cup,
Cup,
Kau jangan takut
Kau bisa balut
Di dekat mulut

Cak,
Cak,
Cak,
Ku tarik sampai ke atas
Ku pegang agak panas
Di tahan pasti puas

Huh,
Hu,
Huh,
Kau jangan diam
Sepertilah kapal selam
Dan jangan bungkam

Ha,
Ha,
Ha,
Bukalah setengah
Biar ku terengah
Bebaslah pasrah

Sip,
Sip,
Sip,
Tersaji siap santap
Paling sedap
Dan akan termakan lahap

Dam,
Dam,
Dam,
Pas untukku yang tak bisa puas
Mengemas nafsu untuk tidak ikhlas











Sesaat Saat Sebelum Tidur

Ngantuk, terbatuk-batuk
Terantuk gebuk-gebuk virus insomnia
Mengancam ucapan manusia disampingku
Yang mengancam memotong lidahnya untukku
Karena lidah itu mengagali jasad terbinal dalam rohku
Ku pernah relakannya untukmu, tetapi tidak untuk sekarang
Saat inilah, bedaku membuat sakau lidahmu yang semoga bisa kelu
Ketika membongkar peti di hati yang rapi dengan bungkus yang halus lurus
Menyediakan kata-kata dari hatimu memutus rangkaian keringnya dahan pengait sakit
Yang tiada akan lama lagi menyamai sisi darimu yang membayang nafas ruang hampa padaku
Sisihkan tanganmu untuk mencekikku wahai wanita malamku…



Berzina dengan Mata Hati

Berlinang-linang tangisnya meradang
Menyandang sakit yang sengaja menjepit
Mata-matanya mulai liar
Mengancam pelampiasanku sambil mengejar
Ku tolak pinta pada neraka
Sebab ku tahu kuberzina dengan mata hatinya
Yang tandus tak pernah kena urus
Aku merasa bersalah.
Pada nona di hatiku








Koleksi Nafsu

Ku hitung dari satu sabu
Dua, layaknya neraka
Tiga, sampai pada kata tega
Empat, sekarang lagi kurang sempat
Lima, rupa-rupa warnanya
Enam, memang pernah terbenam
Tujuh, pernah serasa jauh
Delapan, sering beri aku dekapan
Sembilan, rasa sembilu pernuh perlahan
Sepuluh, aduh….
Sebelas, tak ada kata puas
Dua belas, tiada kata bekas

Hmm…..
Ternyata lengkap satu dosin pelacurku…



Presentasi Menjual Diri

Dan yang mana yang terpilih?
Pekat lorong berlendir
Jentik-jentik menjadi alas
Para pemuas nafsu na’as
Mengadu hati berharap sakti
Bisa menghasilkan uang sendiri

Mereka buka belahan
Sedikit menyingkap rok bawahan
Menggoda merayap melirik centil
Seperti tak menolak jika akan dihajar kasar
Dengan catatan kantung penuh cetakan bank

Bergeser ke arah seberang
Masih sama…
Di sana hanya cermin-cermin kehidupan yang bernanah
Panjang tak kenal arah
Dan tak tahu kapan berakhir
presentasi menjual diri


WAHYU LANGGENG PRASTIYO, lahir di Grobogan, 10 Juli 1989, mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Pernah menelurkan “Penikmat Malam” Kumpulan Puisi dan “Pesan Suami Liar” dalam Sebuah Antologi Puisi, Cerpen dan Drama sebagai aktualisasi dalam bersastra.
Pesan Suami Liar Dalam Kumpulan Puisi “Nakal” mencoba melebarkan wilayah sastra panutan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Jumat, 19 Maret 2010

PESAN SUAMI LIAR




Tuan Gila Cinta yang Menawan

Dan usailah penantian
Dia, dia, dia dan dia
Menurut padaku
Pada kepalsuan yang aku tawarkan

Mereka aku tawan
Dan asyiknya tak melawan
Bisa kumainkan
Sisi- sisinya perawan
Olehku sang pejantan
Tuan gila cinta yang menawan





Pesan Suami Liar

Sayang,
Malam ini aku tak pulang
Uangku ku gadaikan
Di belahan dada
Di pangkal paha
Gadis diskonan pinggir jalan

Sayang,
Nanti pagi aku baru pulang
Libidoku tertinggal
pada mamah nakal
pada tante yang sakit gatal
Butuh obat dariku yang binal

sayang,
mungkin juga besok sore aku
baru datang
isi celanaku terbawa
pada dua wanita
pada dekapan janda yang mengaku perawan desa

Sayang,
Sudah dulu,
Aku terburu nafsu
Ingin mencicipi susu











Jawaban Istri Setia

Mas,
Kapanpun kau pulang
Aku tega menendang
Burungmu yang terbang
Menempel di kembang ilalang

Mas,
Jika kau telah pulang
Aku akan racikan
Racun bisa mematikan
Ku pastikan kau merasakan





Rona Kemukus

Terlena matanya
Membungkus rona kemukus
Begitu perangainya halus

Aku mengaku,
Aku gila dalam tulus









Ketika Tak Kuasa
Kisah tragis seorang teman

Sudahi aku….
Ku telah meracun

Ku jangkitkan vaksin-vaksin kematian
Dengan tarian sperma-sperma kecilku
yang tumbuh menggerutu di rahimmu

sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari kandung kemihku

sudahi aku…
ku telah membisa

ku tuangkan liur-liur neraka
dengan bengisnya otot-otot pemaluku
yang merasuk masuk menusuk perutmu

tapi sebenarnya,
mereka tak ingin lepas dari tulang rusukku













Aku Berhenti dari …

Kusebar bedak-bedakku
Kuserut gincu-gincuku,
Kubuang penyangga payudaraku
Kucoba bergagah sesuai kelaminku

Kuberharap dipecat dari penjual nafsu








Pitam

Kelengkeng kecil bernoktah hitam
Menyela tenggorokan
Seketika itu pula,
Aku tersedak
Dak,
Dak,
Aku melihat
Setan itu masuk,
Membelaimu penuh nafsu
Kelemahanmu membuatku pitam






Nyanyian Iblis

Dia kubelai dengan roman-roman kemunafikan
Dengan tangan beringas bekakas kurang waras

Dia kumaki dengan sajak-sajak kemunkaran
Dengan lidah kalengan setengah terperban

Dia kutusuk dengan raut-raut kesesatan
Dengan tanduk cula belanga setan

Dia kusiksa dengan desah-desah kedzoliman
Dengan cemeti-cemeti peluntur iman

Dia akan jadikan pelapis dinding neraka




Hati:“Puas Sesaat”

Sengatanku melumpuhkan daya imaji
Menjelma raksasa syaiton menggegam tanganmu erat
Perekat meleleh putih merintih
Meminjam kenikmatan
Sepihak diantara kau dan aku,

Tak jelas mana timur dan barat
Hanya nafas yang mengerat
Seperti menggigit rusa yang jatuh sekarat

Kata dalam hati “puas sesaat”
Tak jadi lagi bila tak ada sepakat
Antara lalatmu dan kumbangku yang sering telat





Meng “itu”ku

Kemarin aku lihat “itu” diantara “itu” milikmu
Sedikit berkilau kematian,
Sedikit berbau kemesuman
Tapi cuma sebentar

“itu” nya mirip sebuah “itu” miliknya
Sedikit beda kelir dan bentuknya

Barusan aku lihat “itu” lagi di milikmu
Sedikit menggoda
Mengganga pula
Tapi lama benar

“itu”nya menarik perhatian “itu” yang milikku
Sulit mengendalikan “itu” memang
“itu”mu memang “itu”
Meng”itu”ku….

“itu”ku cuma ingin berkata:
-------“buka “itu”mu.
-------“bukalah sedikit “itu”mu
-------“sehingga “itu”ku bisa bisa melihat “itu”
Ha..ha…
Aku suka “itu” milikmu yang mengelus “itu” milikku


Belahan Pribadi

Bercabang-cabang kini pribadiku
Belahannya tak seimbang
Berat dikanan, tak ringanpun di kiri

Yang satu ingin memandangnya
Yang dua seperti ingin menamparku

Yang sana mengajakku berselimut bersama wanita
Yang sini mengajakku bersajadah bersama pria

Satu dan dua mengancam perang padaku
Menguliti sendi-sendi iman
Yang sekian lama terdiam
Dengan kesabaran sudah termakan




Kisah Malam Nanti

Selamat malam…
Perempuan dari surga dunia yang ternikmat
Mohon maaf…
Tak sengaja aku remas kesadaranmu
Terlampau haus menggila rakus
Aku terhadapmu

Mohon maaf…
Malam nanti aku ulangi
Ketajaman lidahku merayumu lagi
Dengan membuat birahimu tidur bersamaku
Berguling bergeliat diatas mantel diranjangku

Sekali lagi, mohon maaf…
Untuk perempuan bidadari khayangan
Yang meriang jika tidak diingatkan


Perampok Nyonya

Desing rampasan perampok tadi
Pesingnya kencing golok dileher nyonya
Sepusing mata-mata tajam disekitar

Dengan mengeja segala arah
Perampok tadi menyandra Anda
Nyonya,
Nyonya tua yang masih beri gairah

Tak jadi tergores kulit Anda
Nyonya,
Perampoknya tengah berliur pada Anda
Nyonya,
Ketahuilah para perampok suka Anda Nyonya,
Tinggal nyonya saja yang ingin pasrah
Pada nafsu perampok
Atau parah di tangan si golok

Sisipan dari Luar

Cek,
Cek,
Cek,
Ku beli plastik perekat
Ku pakai agak ketat
Di balik pantat

Cup,
Cup,
Cup,
Kau jangan takut
Kau bisa balut
Di dekat mulut

Cak,
Cak,
Cak,
Ku tarik sampai ke atas
Ku pegang agak panas
Di tahan pasti puas

Huh,
Hu,
Huh,
Kau jangan diam
Sepertilah kapal selam
Dan jangan bungkam

Ha,
Ha,
Ha,
Bukalah setengah
Biar ku terengah
Bebaslah pasrah

Sip,
Sip,
Sip,
Tersaji siap santap
Paling sedap
Dan akan termakan lahap

Dam,
Dam,
Dam,
Pas untukku yang tak bisa puas
Mengemas nafsu untuk tidak ikhlas











Sesaat Saat Sebelum Tidur

Ngantuk, terbatuk-batuk
Terantuk gebuk-gebuk virus insomnia
Mengancam ucapan manusia disampingku
Yang mengancam memotong lidahnya untukku
Karena lidah itu mengagali jasad terbinal dalam rohku
Ku pernah relakannya untukmu, tetapi tidak untuk sekarang
Saat inilah, bedaku membuat sakau lidahmu yang semoga bisa kelu
Ketika membongkar peti di hati yang rapi dengan bungkus yang halus lurus
Menyediakan kata-kata dari hatimu memutus rangkaian keringnya dahan pengait sakit
Yang tiada akan lama lagi menyamai sisi darimu yang membayang nafas ruang hampa padaku
Sisihkan tanganmu untuk mencekikku wahai wanita malamku…



Berzina dengan Mata Hati

Berlinang-linang tangisnya meradang
Menyandang sakit yang sengaja menjepit
Mata-matanya mulai liar
Mengancam pelampiasanku sambil mengejar
Ku tolak pinta pada neraka
Sebab ku tahu kuberzina dengan mata hatinya
Yang tandus tak pernah kena urus
Aku merasa bersalah.
Pada nona di hatiku








Koleksi Nafsu

Ku hitung dari satu sabu
Dua, layaknya neraka
Tiga, sampai pada kata tega
Empat, sekarang lagi kurang sempat
Lima, rupa-rupa warnanya
Enam, memang pernah terbenam
Tujuh, pernah serasa jauh
Delapan, sering beri aku dekapan
Sembilan, rasa sembilu pernuh perlahan
Sepuluh, aduh….
Sebelas, tak ada kata puas
Dua belas, tiada kata bekas

Hmm…..
Ternyata lengkap satu dosin pelacurku…



Presentasi Menjual Diri

Dan yang mana yang terpilih?
Pekat lorong berlendir
Jentik-jentik menjadi alas
Para pemuas nafsu na’as
Mengadu hati berharap sakti
Bisa menghasilkan uang sendiri

Mereka buka belahan
Sedikit menyingkap rok bawahan
Menggoda merayap melirik centil
Seperti tak menolak jika akan dihajar kasar
Dengan catatan kantung penuh cetakan bank

Bergeser ke arah seberang
Masih sama…
Di sana hanya cermin-cermin kehidupan yang bernanah
Panjang tak kenal arah
Dan tak tahu kapan berakhir
presentasi menjual diri


WAHYU LANGGENG PRASTIYO, lahir di Grobogan, 10 Juli 1989, mahasiswa Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.
Pernah menelurkan “Penikmat Malam” Kumpulan Puisi dan “Pesan Suami Liar” dalam Sebuah Antologi Puisi, Cerpen dan Drama sebagai aktualisasi dalam bersastra.
Pesan Suami Liar Dalam Kumpulan Puisi “Nakal” mencoba melebarkan wilayah sastra panutan di Indonesia.

Tidak ada komentar: