Jumat, 30 Desember 2011

Malam Pujangga (sedang dan setelahnya)

Ini malam, malam pujangga

Ruang hampa penuh gerak udara,
meraba kulit selayak sutra
Malam ini ia berhembus dari utara
Membawa rindu berlentera

Malam ini segera berlanjut,

Matapun belum kena urut,
menyangkal kantuk mulai mengerucut
Ini diam bukan karena nyali ciut
Tapi ada masalah dalam perut

Malam ini pun akhirnya hangus,

Tak peduli pagi telah tembus
dan melemparnya putus
Ia terbang menuju kemukus
Menegaskan bahwa ini sebuah siklus

Esok ini pagi dan malam pun sudah berlari

Terkekang diam membela diri
Terjerumus pada jurang beralas duri
Kini lawan sudah berganti saudara tiri
Menunjuk jalan ke arah kiri

Lantaran pagi belum memberi janji

Bunga layu terabai mati
Langit cerah tak berarti mengerti
Oh pagi merusak pagi
Lagi-lagi hilang tanpa surat dititipi

Ini belum terdengar terang.

Mabuk kepayang menanti siang,
Menanti nektar berubah matang.
Biar belang merangkul pulang,
Memikul batu penuh ilalang

Sabtu, 24 September 2011

Hujan Kali Ini

Hujan Kali ini,
aku menepi di pelabuhan hatimu
menggiring sampan sesalku padamu
meminta restu untuk mnurunkan darahku

hujan kali ini,
aku telah basah memar berdarah
mengejarmu dinegeri antah berantah
menagih tanya hal anti pisah

hujan kali ini,
kembali buatku terkutuk
tak bisa menggapai sedikit untuk
mengikutimu sampai terbatuk-batuk

IUR4

Senin, 18 Juli 2011

dari: Berat Menuju Ringan

Aku menggikuti jalan penuh hujatan
mengeringkan pakaian bekas injakan
menyimpan diam tiap umpatan

aku timpang dalam buai rayuan
membuang muka penuh kotoran
menapar hajar tiap rintihan


aku berlumuran
dari: berat menuju ringan

Sabtu, 19 Maret 2011

Lekas Tidur Sayang,

Bulan merekah sedikit merah,
menempatkan indah kemudian mewah

ku belai malam diatas rambutmu perlahan,
menahan tanganmu yang sedikit pingsan
ku urairuas jarimu membujuk pelan
lekas tidur sayang,
bulan sudah berselendang
menggendongmu ke alam impian

Terurai

Seringan kapas, mudahku membelai
melebarkan sayap yang sedikit lunglai
jahitan nafasmu memulai
menyulam membasahi tirai
yang semula menyelimutiku bak rantai

begitu tenang,sedikitlah menuai
kasih ini terbuai
selebihnya kau ku bingkai
dalam rencana hidupku

Kamis, 03 Februari 2011

Lakon Ganda

Mengisi langkah buta dan kembali meraba,
sebab kau buat aku menjadi pengembara
yang mengembara dengan lakon nona dan tuan
semakin menegaskan bahwa kali ini aku bermain ganda
dengan niat tentang bergulat tanpa raih mahkota

Sore dalam Bimbingan Alam Semburat

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Memberi bintang pada biru biar terkenang
Biar rindu ini berubah kenyang

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Menamparku dalam lamunan tak bertuan
lengkap dengan bayang bengisnya setan

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Menagih janji yang bisa saja hemat
Tidak memaksa aku untuk berbuat

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Mengisi tidur penuh dengan wacana nglantur
Tak mengapa jika piker bisa atur

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Buah tangan untuk seseorang yang hebat

Salam Tangis

Menagis darahku berpeluru menembus baju
Lumatan lidahku bergumul menyumpal men”jalu”
Tak beradap diriku jika tanganku menahanmu
Menangkis derik-derik pangkas tangismu
Pun jika aku berlari menghadangmu
Hanya jemu “kelu-kelu” menjamuku
Lantas,
Jika aku lari dan menutup pandanganku
Hanya rengkuh “peluh-peluh” mengampuku
Dan masih saja,
Berkutat aku dalam pikiran batu
Mengungkap perlu, bahwa kau mengingatku
Mengandangkan pilihanmu pulang padaku
Yang masih melulu ingin itu
Dan disaat pengakhiran,
Telingaku mengasuh perlahan
Menenangkan nafsu yang akan temeram
Mendengar kata-kata penuh tangisan:
“ku pergi ke negeri jiran yang kau larang”

Pucuk-Pucuk Kantuk

Bergulat dengan pucuk-pucuk kantuk
Mencekik nafas yang perlahan kena surup
Puing-puing malamku perlahan redup
Mencari teman berpagar hidup

Telah,
Sampai di sini
Tidurku bercermin diri
Membingkai kerutan mimpi
Di rawan belaian rakusnya sepi

Sudah cukup untuk berhenti
Meringkas cerita diri
Di serpih malam yang kian ngeri
Untuk para penjunjung nurani

Sesuai arah, pandang ini memaku
Panah kan bersarang di tulang bahu
Racun kan membatu di darah kelu,
Virus akan menyapu ketahan paru
Kau akan meringkus rentannya perasaanku

Belajar Terbang

Aku belajar dari sayap-sayap patah sekitarku
Dan akupun terbang
Melayang,
Membelah gugusan bintang
Tak ku sangka,
Seimbangku rapuh,
Dan akupun jatuh,
Seperti tiada yang butuh,
Seperti terbenam,
Rasanya kelam,
Ku bersalam diam:
Kau tak sengat hatiku yang sekering garam

Firstphobia

Firstphobia,
Sekali lewat belum juga terlihat

Mata yang biasa terjulur menjadi kabur
Melumpuhkan ku dalam sebuah bayang gusur

Firstphobia,
Sekali mengira belum juga terkira

Bayangan tumbuh melempar sauh
Selangkah jauh berjalan tidak patuh

Firstphobia,
Datang membawa rona berbeda
Menjadikan perjalanan sebagai tanda
Bahwa yang terlihat itu bukan dia

Firstphobia,

Semalam di Selangor

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Hembusan senyum dari balik mantel merah
Dengan hujan nan indah mengiring pandang parah
Bulan juga cerah membelah
Mengasah nestapa hati yang kemudian pecah

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Materi “cinta” yang ku salin penuh guratan
Berisikan magis-magis rasa ketakutan
Seperti menuduhku untuk tidak memilih Satu sampai sekian
Dan angin pun pulang melepas beban
Menguliti nurani yang lama terbungkus perban

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Perantau kecil berwajah manis
Memeluk tubuh ini berhias tangis
Seperti ingin menguras habis
Sungai air mata yang terlukis di bawah alis

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Emosi ringan berupa rindu tertekan
Memenjarakan bimbang dalam barak teriakan
Menjerat ketat rasa tak ingin melepaskan
Derita menanti dalam sebuah ketidakpastian

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Kau dan mimpiku Semalam di Selangor

Jumat, 30 Desember 2011

Malam Pujangga (sedang dan setelahnya)

Ini malam, malam pujangga

Ruang hampa penuh gerak udara,
meraba kulit selayak sutra
Malam ini ia berhembus dari utara
Membawa rindu berlentera

Malam ini segera berlanjut,

Matapun belum kena urut,
menyangkal kantuk mulai mengerucut
Ini diam bukan karena nyali ciut
Tapi ada masalah dalam perut

Malam ini pun akhirnya hangus,

Tak peduli pagi telah tembus
dan melemparnya putus
Ia terbang menuju kemukus
Menegaskan bahwa ini sebuah siklus

Esok ini pagi dan malam pun sudah berlari

Terkekang diam membela diri
Terjerumus pada jurang beralas duri
Kini lawan sudah berganti saudara tiri
Menunjuk jalan ke arah kiri

Lantaran pagi belum memberi janji

Bunga layu terabai mati
Langit cerah tak berarti mengerti
Oh pagi merusak pagi
Lagi-lagi hilang tanpa surat dititipi

Ini belum terdengar terang.

Mabuk kepayang menanti siang,
Menanti nektar berubah matang.
Biar belang merangkul pulang,
Memikul batu penuh ilalang

Sabtu, 24 September 2011

Hujan Kali Ini

Hujan Kali ini,
aku menepi di pelabuhan hatimu
menggiring sampan sesalku padamu
meminta restu untuk mnurunkan darahku

hujan kali ini,
aku telah basah memar berdarah
mengejarmu dinegeri antah berantah
menagih tanya hal anti pisah

hujan kali ini,
kembali buatku terkutuk
tak bisa menggapai sedikit untuk
mengikutimu sampai terbatuk-batuk

IUR4

Senin, 18 Juli 2011

dari: Berat Menuju Ringan

Aku menggikuti jalan penuh hujatan
mengeringkan pakaian bekas injakan
menyimpan diam tiap umpatan

aku timpang dalam buai rayuan
membuang muka penuh kotoran
menapar hajar tiap rintihan


aku berlumuran
dari: berat menuju ringan

Sabtu, 19 Maret 2011

Lekas Tidur Sayang,

Bulan merekah sedikit merah,
menempatkan indah kemudian mewah

ku belai malam diatas rambutmu perlahan,
menahan tanganmu yang sedikit pingsan
ku urairuas jarimu membujuk pelan
lekas tidur sayang,
bulan sudah berselendang
menggendongmu ke alam impian

Terurai

Seringan kapas, mudahku membelai
melebarkan sayap yang sedikit lunglai
jahitan nafasmu memulai
menyulam membasahi tirai
yang semula menyelimutiku bak rantai

begitu tenang,sedikitlah menuai
kasih ini terbuai
selebihnya kau ku bingkai
dalam rencana hidupku

Kamis, 03 Februari 2011

Lakon Ganda

Mengisi langkah buta dan kembali meraba,
sebab kau buat aku menjadi pengembara
yang mengembara dengan lakon nona dan tuan
semakin menegaskan bahwa kali ini aku bermain ganda
dengan niat tentang bergulat tanpa raih mahkota

Sore dalam Bimbingan Alam Semburat

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Memberi bintang pada biru biar terkenang
Biar rindu ini berubah kenyang

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Menamparku dalam lamunan tak bertuan
lengkap dengan bayang bengisnya setan

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Menagih janji yang bisa saja hemat
Tidak memaksa aku untuk berbuat

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Mengisi tidur penuh dengan wacana nglantur
Tak mengapa jika piker bisa atur

Sore dalam bimbingan alam semburat,
Buah tangan untuk seseorang yang hebat

Salam Tangis

Menagis darahku berpeluru menembus baju
Lumatan lidahku bergumul menyumpal men”jalu”
Tak beradap diriku jika tanganku menahanmu
Menangkis derik-derik pangkas tangismu
Pun jika aku berlari menghadangmu
Hanya jemu “kelu-kelu” menjamuku
Lantas,
Jika aku lari dan menutup pandanganku
Hanya rengkuh “peluh-peluh” mengampuku
Dan masih saja,
Berkutat aku dalam pikiran batu
Mengungkap perlu, bahwa kau mengingatku
Mengandangkan pilihanmu pulang padaku
Yang masih melulu ingin itu
Dan disaat pengakhiran,
Telingaku mengasuh perlahan
Menenangkan nafsu yang akan temeram
Mendengar kata-kata penuh tangisan:
“ku pergi ke negeri jiran yang kau larang”

Pucuk-Pucuk Kantuk

Bergulat dengan pucuk-pucuk kantuk
Mencekik nafas yang perlahan kena surup
Puing-puing malamku perlahan redup
Mencari teman berpagar hidup

Telah,
Sampai di sini
Tidurku bercermin diri
Membingkai kerutan mimpi
Di rawan belaian rakusnya sepi

Sudah cukup untuk berhenti
Meringkas cerita diri
Di serpih malam yang kian ngeri
Untuk para penjunjung nurani

Sesuai arah, pandang ini memaku
Panah kan bersarang di tulang bahu
Racun kan membatu di darah kelu,
Virus akan menyapu ketahan paru
Kau akan meringkus rentannya perasaanku

Belajar Terbang

Aku belajar dari sayap-sayap patah sekitarku
Dan akupun terbang
Melayang,
Membelah gugusan bintang
Tak ku sangka,
Seimbangku rapuh,
Dan akupun jatuh,
Seperti tiada yang butuh,
Seperti terbenam,
Rasanya kelam,
Ku bersalam diam:
Kau tak sengat hatiku yang sekering garam

Firstphobia

Firstphobia,
Sekali lewat belum juga terlihat

Mata yang biasa terjulur menjadi kabur
Melumpuhkan ku dalam sebuah bayang gusur

Firstphobia,
Sekali mengira belum juga terkira

Bayangan tumbuh melempar sauh
Selangkah jauh berjalan tidak patuh

Firstphobia,
Datang membawa rona berbeda
Menjadikan perjalanan sebagai tanda
Bahwa yang terlihat itu bukan dia

Firstphobia,

Semalam di Selangor

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Hembusan senyum dari balik mantel merah
Dengan hujan nan indah mengiring pandang parah
Bulan juga cerah membelah
Mengasah nestapa hati yang kemudian pecah

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Materi “cinta” yang ku salin penuh guratan
Berisikan magis-magis rasa ketakutan
Seperti menuduhku untuk tidak memilih Satu sampai sekian
Dan angin pun pulang melepas beban
Menguliti nurani yang lama terbungkus perban

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Perantau kecil berwajah manis
Memeluk tubuh ini berhias tangis
Seperti ingin menguras habis
Sungai air mata yang terlukis di bawah alis

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Emosi ringan berupa rindu tertekan
Memenjarakan bimbang dalam barak teriakan
Menjerat ketat rasa tak ingin melepaskan
Derita menanti dalam sebuah ketidakpastian

Masih hilang dalam sebuah ingatan,
Kau dan mimpiku Semalam di Selangor